Sabtu, 22 September 2012

KRIMINOLOGI: TEORI PSIKOANALISA DAN TINJAUAN ISLAM

Teori psikoanalisa Sigmund Freud tentang kriminalitas menghubungkan delinquent dan perilaku criminal dengan suatu “conscience” (hati nurani) yang baik dia begitu menguasai sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan – dorongan si individu, dan bagi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi segera.
Seseorang melakukan perilaku yang terlarang karena hati nurani, atau superego-nya begitu lemah atau tidak sempurna sehingga ego-nya (yang berperan sebagai suatu penengah antara superego dan id) tidak mampu mengontrol dorongan-dorongan dari id (bagian dari kepribadian yang mengandung keinginan dan dorongan yang kuat untuk dipuaskan dan dipenuhi). Karena superego intinya merupakan suatu citra orang tua yang begitu mendalam, terbangun ketika si anak menerima sikap – sikap dan nilai – nilai moral orang tuanya, maka selanjutnya apabila ada ketiadaan citra seperti itu mungkin akan melahirkan id yang terkendali dan berikutnya delinquency.
Plato mengukapkan, jiwa manusia terdiri dari tiga bagian, bagian pikiran (logistikon), bagian perasaan dan nafsu, baik psikis maupun jasmani (epithumetikon), dan bagian rasa baik dan jahat (thumoeides). Jiwa itu teratur secara baik, bila dihasilkan suatu kesatuan yang harmonis antara ketiga bagian itu. Hal ini terjadi bila perasaan dan nafsu-nafsu dikendalikan dan ditundukkan pada akal budi melalui rasa baik dan jahat.
Dalam Al-Quran manusia diciptakan oleh allah SWT dengan sifat – sifat buruk, dalam Al-Quran manusia memiliki 15 sifat, yaitu : manusia itu lemah, gampang terperdaya, lalai, penakut / gampang khwatir, bersedih hati, tergesa-gesa, suka membantah, suka berlebih-lebihan, pelupa, suka berkeluh kesah, kikir,suka mengkhufuri nikmat, dzalim dan bodoh, suka menuruti prasangkanya, suka berangan – angan. Namun, dari ke 15 sifat manusia itu Islam memberikan solusi dalam Al-Quran.
Dalam khasanah pengetahuan islam, Ibnu Arabi telah menyatakan bahwa manusia sebagai wujud serba meliputi – keserbamencakupan, karena manusia diciptakan dalam citra atau bentuk Maha Pencipta. Pandangan ini tidak saja telah mengangkat derajat manusia, tetapi sekaligus bahwa manusia secara fisiologi telah ditentukan, baik kelebihan maupun keterbatasannya. Dalam pandangan Satre, seorang eksitensialis, manusia memiliki nilai khusus untuk disebut manusia yaitu kebebasan. Kebebasannya itulah yang telah menjadikannya sebagai manusia, sehingga menurut Sartre manusia menciptakan dirinya sendiri. Karena manusia benar-benar menjadi manusia hanya pada tingkat di mana dia menciptakan dirinya sendiri dengan tindakan-tindakan bebasnya,”manusia bukanlah sesuatu yang lain, kecuali bahwa ia menciptakan dirinya sendiri”.




Topo Santoso & Eva Achjani, 2001, Kriminologi, Rajawali Pers, Jakarta
Theo Huijbers, 1982, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Bandung, hal.23
Otje Salman S. & Anthon F. Susanto, 2010, Teori Hukum, Cet.ke-6, Refika Aditama, Bandung
http://taufiqsuryo.wordpress.com/2010/01/01/15-sifat-manusia-dalam-al-quran/ 

2 komentar:

  1. mengapa dibedakan antara kriminologi penologi dan hukum penintensier?

    BalasHapus
    Balasan
    1. kriminologi itu mempelajari sebab2 kejahatan yang menitik beratkan pada pelaku, mengapa pelaku berbuat jahat guna bagaimana mengatasi kejahatan tsb, penologi adalah bidang studi dari kriminologi, yang mempelajari tentang hukuman, bagaimana manajemen penjara dsb, hukum penintensier lebih kepada hukum pelaksanan hukum pidana yang bisa disebut pemidanaan, bagaimana eksekusi terhadap putusan hakim. ketiga hal tersebut memiliki keterkaitan, dimana idealnya adalah hukum penintensier harus mempertimbangkan pelaku kejahatan, serta bagaimana penjara berperan dalam memperbaiki kualitas diri pelaku kejahatan.

      Hapus