Jumat, 30 November 2012

KORUPSI VS MALADMINISTRASI


Sebagai sebuah negara hukum kesejahteraan yang dianut di Indonesia, maka tugas utama pemerintah untuk mewujudkan tujuan negara salah satunya melalui pelayananan publik. Namun, korupsi di negeri ini yang sudah tidak terbendung lagi, modus operandinya yang semakin beragam, pejabat birokrasi pemerintahan menjadi sorotan tajam pada saat ini, karena mereka sebagai pejabat publik yang menjalankan roda administrasi pemerintahan sangat rawan terhadap praktik-praktik korupsi. Perlu dipahami adalah pejabat birokrasi memiliki kewenangan yang dijamin oleh undang-undang dalam menjalankan admnistrasi pemerintahan, seringkali keputusan para pejabat birokrasi melampaui kewenangan yang diberikan undang-undang dan etika birokrasi, yang biasa disebut maladministrasi. Salah satunya adalah keputusan terhadap pemberian izin yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah mempunyai otoritas dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan menerapkan izin lingkungan.
Perbuatan maladministrasi menurut Pasal 1 angka 3 UU Ombudsman (UU No. 37/2008) adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan public yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintah yang menimbulkan kerugian materiil dan atau immaterial bagi masyarakat dan orang perseorangan Komisi Ombudsman Nasional memberikan indicator bentuk-bentuk mal-administrasi, antara lain melakukan tindakan yang janggal (inappropriate), menyimpang (deviate), sewenang-wenang (arbitrary), melanggar ketentuan (irregular), penyalahgunaan wewenang (abuse of power), atau keterlambatan yang tidak perlu (undue delay), dan pelanggaran kepatutan (equity).
Pelaksanaannya, maladministrasi seringkali dibenturkan dengan tindak pidana korupsi, bahkan para penegak hukum sendiri masih kesulitan membedakan dan membuktikan perbuatan maladministrasi dan korupsi, karena perbedaan keduaanya sangat tipis, bahkan ada pula maladministrasi yang masuk kategori korupsi.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1.  Kerugian keuangan negara
2.  Suap-menyuap
3.  Penggelapan dalam jabatan
4.  Pemerasan
5.  Perbuatan curang
6.  Benturan kepentingan dalam pengadaan
7.  Gratifikasi
Selain bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada tindak pidana lain yang yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang pada UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Jenis tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi itu adalah:
1.  Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
2.  Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar
3.  Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
4.  Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
5.  Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu
6.  Saksi yang membuka identitas pelapor
Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Rumusan korupsi pada Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali termuat dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b UU No. 3 Tahun 1971. Perbedaan rumusan terletak pada masuknya kata ”dapat” sebelum unsur ”merugikan keuangan/perekonomian negara” pada UU No. 31 Tahun 1999. Sampai dengan saat ini, pasal ini termasuk paling banyak digunakan untuk memidana koruptor. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur :
1.  Setiap orang;
2.  Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
3.  Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana;
4.  Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dalam membuat keputusan pemerintah harus memperhatikan syarat materiil dan syarat formil agar keputusan tersebut sah.  Dan setiap keputusan yang diambil harus mampu dipertanggungjawabkan.  Tanggung jawab jabatan berkenaan dengan legalitas (keabsahan) tindakan pemerintah. Dalam hukum adminitrasi, persoalan legalitas tindakan pemerintah berkaitan dengan pendekatan terhadap kekuasaan pemerintah. Tanggung jawab pribadi berhubungan dengan fungsional atau pendekatan perilaku dalam hukum administrasi. Tanggungjawab pribadi berkaitan dengan maladminitrasi dalam penggunaan wewenang maupun public service.
Istilah maladministrasi menurut laporan tahunan 1997 Ombudsman Eropa ”maladministration occurs when a public body fail to act in accordance with the rule or principle which is binding upon it” . Anton Sujata memperjemahkan maladminitrasi dengan penyimpang pejabat publik. Sementara Hadjon menelaah arti kata maladministrasi, kata dasar mal/ male dalam bahasa latin artinya jahat (jelek). Kata adminitrasi  artinya melayani dan dipadukan menjadi pelayanan jelek. Dengan  pengertian dasar tersebut, maladministrasi selalu dikaitkan dengan  perilaku dalam pelayanan yang dilakukan pejabat publik. Mal administrasi juga dapat diartikan adalah penyimpangan perilaku yang dilakkan oleh para adminitrator negara dalam praktek administrasi negara. Penyimpangan ini diukur dari standar nilai yang diakui sebagai etika administrasi negara. Nilai adalah aturan yang menuntun perilaku orang-orang sehingga dari sana orang tersebut dapat dikatakan apakah berperilaku baik atau buruk.
Karena sebagaian besar administrator negara adalah birokrat, maladministrasi bisa juga dikatakan sebagai mal praktek dalam birokrasi. Birokrasi disini dikonsepkan sebagai sekumpulan pegawai atau pejabat pemerintah. Maladministrasi secara lebih umum diartikan sebagai perilaku yang menyimpang atau melanggar etika adminstrasi dimana tidak tercapainya tujuan administrasi. Contohnya : Penundaan dan pelayanan berlarut, berlaku tidak adil, permintaan imbalan, penyalahgunaan wewenang. Pelaku Maladministrasi Publik adalah Pejabat Pemerintah pusat maupun daerah, Aparat Penegak Hukum, Petugas BUMN/BUMD dan Aparat Penyelenggaraan Negara lainnya.
Dari uraian dan penjelasan singkat diatas, saya berpendapat bahwa maladminstrasi bisa dikategorikan sebagai korupsi apabila memenuhi unsur-unsur pada pasal yang telah dijelaskan diatas, tetapi perbuatan maladminstrasi belum tentu perbuatan korupsi, perumusan tindak pidana korupsi haruslah memenuhi unsusr pasal Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, sanksi maladministrasi dapat berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana apabila itu merupakan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian materil negara yang dikategorikan korupsi, sedangkan tindak pidana korupsi berupa sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar