Sabtu, 09 Februari 2013

PEMBANGUNAN HUKUM


           Dalam pembentukan hukum oleh negara, tentunya hukum mempunyai sasaran yang ingin dicapai, tidak ada satupun peraturan perundangan dibuat tanpa adanya tujuan, ada tujuan yang ingin dicapai oleh hukum. Dari kacamata teori barat, tujuan hukum dimulai pada teori etis yang mengatakan tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan keadilan (justice), teori utilistis yang dianut oleh Jeremy Bentham tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan kemanfaatan (Utility), dan teori legalistik tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan kepastian hukum (legal certainty). Dalam perkembangannya lahir pula teori prioritas baku yang menggabungkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian sebagai tujuan hukum, serta disempurnakan oleh teori prioritas kasuistik yang menambahkan dengan urutan prioritas, secara proposional, sesuai dengan kasus yang dihadapi dan ingin dipecahkan.
            I Wahan Sudirta berpendapat bahwa ada dua macam strategi pembangunan hukum yang akhirnya sekaligus berimplikasi pada karakter produk hukumnya yaitu pembangunan hukum “otodoks” dan pembangunan hukum “responsif”, strategi pembangunan hukum harus mengakomodasi politik hukum daerah agar menghasilkan hukum yang responsif, tanggap terhadap tuntutan-tuntutan berbagai kelompok sosial dan individu dalam masyarakat.
          Pembangunan hukum harus berangkat dari nilai-nilai Pancasila, karena pada hakikatnya pancasila merupakan tonggak konvergensi berbagai gagasan dan pemikiran mengenai dasar falsafah kenegaraan yang didiskusikan secara mendalam oleh para pendiri negara. Pancasia menjadi kesepakatan luhur (modus vivendi) yang kemudian ditetapkan sebagai dasar ideologi negara. Dalam hal ini, pancasila menjadi dasar rasional mengenai asumsi tentang hukum yang akan dibangun sekaligus sebagai orientasi yang menunjukan kemana bangsa dan negara harus dibangun.
           Dengan demikian, Pancasila merupakan sebuah kesepakatan dan konsesus untuk membangun satu bangsa satu negara, tanpa mempersoalkan perbedaan latar belakang yang ada, baik agama, ras, suku, budaya, bahasa dan lainnya. Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi rechtsidee (cita hukum) yang harus dituangkan didalam setiap pembuatan dan penegakkan hukum. Notonegoro menyatakan bahwa Pancasila menjadi cita hukum karena kedudukannya sebagai pokok kaidah fundamental negara (staatsfundamentalnorm) yang mempunyai kekuatan sebagai grundnorm. Sebagai cita hukum, pancasila menjadi bintang pemandu seluruh produk hukum nasional, dalam artian semua produk hukum ditujukan untuk mencapai ide-ide yang dikandung Pancasila.



REFERENSI :
I Wayan Sudirta, dalam makalah Undang-Undang 12 Tahun 2011 vs Kepentingan Daerah, Seminar Nasional Reformasi Birokrasi dalam Mewujudkan Good Governance di Daerah, Universitas Brawijaya, tanggal 29 November 2011
Mahfud MD, “Menguatkan Pancasila Sebagai Dasar Ideologi Negara”, Dimuat dalam Mahkamah Konstitusi dan Penguatan Pancasila, Majalah Konstitusi No.52-Mei 2011.
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence), Prenada Media Group, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar