Sabtu, 09 Februari 2013

SEJARAH SINGKAT HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA


          Dasawarsa tahun 1970-an merupakan awal permasalahan lingkungan secara global yang ditandai dengan dilangsungkannya Konferensi Stockholm tahun 1972 yang membicarakan masalah lingkungan (UN Coference on the Human Environment,UNCHE). Konferensi yang diselenggarakan oleh PPB ini berlangung dari tanggal 5-12 juni 1972, akhirnya tanggal 5 juli ditetapkan sebagai hari lingkungan hidup sedunia. Pada 1987 terbentuk sebuah komisi dunia yang disebut dengan Komisi Dunia tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan (World Commission on Environment and Development)  yang kemudian lahir konsep sustainable development, kemudian majelis umum PPB memutuskan untuk menyelenggarakan konferensi di Rio de Janeiro, Brasil 1992.
           Kesadaran bangsa – bangsa di Asia Tenggara untuk melaksanakan perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup ditandai dengan adanya beberapa kerja sama antara mereka. Kerja sama itu antara lain dapat dilihat melalui “tripartite Agreement” dan Deklarasi Manila. Setelah Deklarasi Manila, negara – negara ASEAN pada tahun 1976 telah menyusun ASEAN Contingensy Plan. Negara – negara ASEAN juga telah menyusun “ Rencana Tindak”  (Action Plan). Sasaran utama dari Rencana Tindak ini adalah perkembangan dan perlindungan lingkungan laut dan kawasan dan kawasan pesisir bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kesehatan generasi sekarang dan masa mendatang.
           Sejak era 1980-an, berkembang tuntutan yang meluas agar kebijakan-kebijakan resmi negara yang pro lingkungan dapat tercermin dalam bentuk perundang-undangan yang mengingat untuk ditaati oleh semua pemangku kepentingan (stakeholder). Tak terkecuali, Indonesia juga menghadapi tuntutan yang sama, yaitu perlunya disusun suatu kebijakan yang dapat dipaksakan berlakunya dalam bentuk undang-undang tersendiri yang mengatur mengenai lingkungan hidup.
           Itu juga sebabnya, maka Indonesia menyusun dan akhirnya menetapkan berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH 1982). Inilah produk hukum pertama yang dibuat di Indonesia, setelah sebelumnya dibentuk satu kantor kementerian tersendiri dalam susunan anggota Kabinet Pembangunan III, 1978-1983. Menteri Negara Urusan Lingkungan Hidup yang pertama adalah Prof. Dr. Emil Salim yang berhasil meletakkan dasar-dasar kebijakan mengenai lingkungan hidup dan akhirnya dituangkan dalam bentuk undang-undang pada tahun 1982.
           Lahirnya UULH 1982 tanggal 11 Maret 1982 dipandang sebagai pangkal tolak atau awal dari lahir dan pertumbuhan hukum lingkungan nasional. Sebelum lahirnya UULH 1982 sesungguhnya telah berlaku berbagai bentuk peraturan perundang-undangan tentang atau yang berhubungan dengan lingkungan hidup atau sumber daya alam dan sumber daya buatan, yang dipandang sebagai rezim hukum nasional klasik. Rezim hukum lingkungan klasik berisikan ketentuan-ketentuan yang melindungi kepentingan sektoral, sementara masalah-masalah lingkungan yang timbul semakin kompleks sehingga peraturan perundang-undangan klasik tidak mampu mengantisipasi dan menyelesaikan masalah-masalah lingkungan secara efektif, sedangkan rezim hukum lingkungan modern yang dimulai lahirnya UULH 1982 berdasarkan pendekatan lintas sektoral atau komprehensif integral.
           UULH 1982 merupakan sumber hukum formal tingkat undang-undang yang pertama dalam konteks hukum lingkungan modern di Indonesia. UULH 1982 memuat ketentuan-ketentuan hukum yang menandai lahirnya suatu bidang hukum baru, yakni hukum lingkungan karena ketentuan-ketentuan itu mengandung konsep-konsep yang sebelumnya tidak dikenal dalam bidang hukum. Di samping itu, ketentuan-ketentuan UULH 1982 memberikan landasan bagi kebijakan pengelolaan lingkungan hidup.
           Akan tetapi, setelah UULH 1982 berlaku selama sebelas tahun ternyata oleh para pemerhati lingkungan hidup dan juga pengambil kebijakan lingkungan hidup dipandang sebagai instrumen kebijakan pengelolaan lingkungan hidup yang tidak efektif. Sejak pengundangan UULH 1982 kualitas lingkungan hidup di Indonesia ternyata tidak semakin baik dan banyak kasus hukum lingkungan tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh sebab itu, perlu dilakukan perubahan terhadap UULH 1982, setelah selama dua tahun dipersiapkan, yaitu dari sejak naskah akademis hingga RUU, maka pada tanggal 19 September 1997 pemerintah mengundangkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH 1997).
           Selanjutnya, pada tanggal 3 Oktober 2009, pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), didalam kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Disebabkan juga pemanasan global yang semakin meningkat dan mengakibatkan perubahan iklim, sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup.
           Setidaknya ada empat alasan mengapa UULH 1997 perlu untuk digantikan oleh undang – undang yang baru. Pertama, UUD 1945 setelah perubahan secara tegas menyatakan bahwa pembangunan ekonomi nasional diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Kedua, kebijakan otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan dan kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah termasuk di bidang perlingkungan lingkungan hidup. Ketiga, pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga semakin memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup. Ketiga alasan ini ditampung dalam UULH 1997. Keempat, UULH 1997 sebagaimana UULH 1982 memiliki celah – celah kelemahan normatif, terutama kelemahan kewenangan penegakan hukum administratif yang dimiliki kementrian Lingkungan Hidup dan kewenangan penyidikan penyidik pejabat pegawai negeri sipil sehingga perlu penguatan dengan mengundangkan sebuah undang – undang baru guna peningkatan penegakan hukum. Berdasarkan hal ini menunjukan, bahwa UUPPLH memberikan warna yang baru dan berbeda dari undang-undangan sebelumnya.


REFERENSI :
Jimly Asshiddiqie, 2010, Green Constitution, Rajawali Pers, Jakarta.
Takdir Rahmadi, 2011, Hukum Lingkungan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar