Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 lebih mengatur secara konkrit pengaturan terhadap perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dibandingkan undang-undang pendahulunya, ditemukan banyak konsep baru yang tidak ditemukan
pada undang-undang sebelumnya. Konsep atau istilah baru dalam UUPPLH yaitu, kajian
lingkungan hidup strategis (KLHS), kerusakan lingkungan hidup, perubahan iklim,
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), dumping, ekorigen,
kearifan lokal, masyarakat hukum adat, instrumen ekonomi, ancaman serius dan
izin lingkungan.
1. Kajian
lingkungan hidup strategis (KLHS)
Kajian lingkungan hidup strategis
(KLHS) adalah rangkaian analisis sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana
dan/atau program. KLHS yang dirumuskan dalam pasal 1 butir 10 UUPPLH merupakan
instrumen kebijakan perencanaan program. Diintrodusirnya konsep KLHS didasari
oleh pertimbangan bahwa instrumen-instrumen kebijakan yang berorientasi pada
sebuah kegiatan, misalnya perizinan dan amdal saja tidak memadai untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan karena kegiatan-kegiatan yang bersifat
makro justru menimbulkan dampak yang lebih luas dan bermakna sehingga perhatian
harus difokuskan pula pada kegiatan makro seperti pembangunan suatu wilayah,
kebijakan dan program pembangunan.
Pendapat para ahli mengatakan, KLHS
adalah proses sistematis yang mengevaluasi konsekuensi lingkungan hidup dari
suatu usulan, kebijakan, rencana atau program, sebagai upaya untuk menjamin
bahwa konsekuensi dimaksud telah dipertimbangkan dan dimasukkan sedini mungkin
dalam proses pengambilan keputusan paralel dengan pertimbangan sosial ekonomi.
2. Kerusakan
Lingkungan Hidup
Dalam UULH 1997, pengertian kerusakan
lingkungan hidup tidak ditemukan, yang ada hanya pengertian perusakan
lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan dirumuskan dalam pasal 1 butir 17 yaitu,
perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan/atau
hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria batu kerusakan lingkungan
hidup. Dengan adanya rumusan kerusakan lingkungan hidup pada dasarnya tidak
diperlukan lagi rumusan perusakan lingkungan hidup karena dengan pengertian
kerusakan lingkungan hidup menunjukan salah satu masalah lingkungan hidup, sedangkan
perusakan lingkungan hidup mengandung makna perbuatan atau tindakan yang
menimbulkan kerusakan lingkungan, sehingga UUPPLH dapat menjadi lebih hemat
istilah. Misalkan untuk istilah pencemaran lingkungan cukup dengan sendirinya
dipahami sebagai salah satu masalah lingkungan.
3. Perubahan
Iklim
Pengertian perubahan iklim dirumuskan
dalam pasal 1 butir 19 yaitu “berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau
tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi
atmosfer secara global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim
alamiah yabg teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan. “Meskipun
perubahan iklim dirumuskan, UUPPLH tidak memuat pasal atau bab khusus yang
mengatur prinsip – prinsip pengendalian dan pengelolaan perubahan iklim.
Istilah perubahan iklim hanya sekedara disebut dalam pasal 10 ayat (2) f dan
(4) d yang mengatur Rencana Perlindungan dan Penelolaan Lingkungan Hidup dan
Pasal 16 e yang mengatur KLHS.
4. Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3)
Dalam undang-undang sebelumnya tidak
diatur tentang pengelolaan limbah B3, hanya disebutkan bahan berbahaya dan
beracun (B3) dan limbah B3.Pengertian Pengelolaan limbah B3 di atur dalam pasal
1 butir 23, adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.
5. Dumping
(pembuangan)
Konsep atau istilah dumping baru
ditemukan dalam UUPPLH, Pengertian Dumping (pembuangan) disebutkan dalam pasal
1 butir 24, adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah
dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan
persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
6. Ekoregion
Pengertian Ekoregion dalam pasal 1
butir 29, adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah,
air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang
menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup.
7. Kearifan
lokal dan Masyarakat Hukum Adat
Kearifan lokal adalah nilai-nilai
luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi
dan mengelola lingkungan hidup secara lestari, diatur dalam pasal 1 butir 30. Masyarakat
hukum adat dalam pasal 1 butir 31, adalah kelompok masyarakat yang secara turun
temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal
usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem
nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.
David Bennett(Dalam Sony ,Etika Lingkungan
,2006:43-46) mengemukakan apa yang disebutnya prudential argument ,yaitu
kelangsungan hidup manusia tergantung dari kelestarian dan kualitas
lingkungannya .bahwa kelangsungan hidup manusia tergantung dari kelestarian dan
kualitas lingkungannya .Bahwa kelangsungan hidup manusia tergantung dari
kelestarian alam semesta beserta seluruh isinya .Manusia mempunyai kepentingan
untuk melestarikan lingkungannya karena dengan melestarikan lingkungannya
karena dengan melestarikan lingkungan manusia mempertahankan hidupnya sendiri.
Pada masyarakat adat ,ikatan dengan
kehidupan alam sangatlah erat ,apa yang dikemukakan dalam pandangan prudential
argument tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat adat .Alam sekitarnya
dianggap bagian yang tidak terpisahkan dari hidup mereka .ILo mengatakan atau
mengkatagorikan masyarakat adat sebagai :
a.
Suku-suku
asli yang mempunyai kondisi sosial budaya dan ekonomi yang berbeda dari
kelompok masyarakat lain di sebuah negara, dan yang statusnya –sebagian atau
seluruhnya –diatur oleh adat kebiasan atau tradisi, atau oleh hukum dan aturan
mereka sendiri yang khusus.
b.
Suku-suku
yang menggap dirinya atau dianggap oleh orang lain sebagai suku asli karena
mereka merupakan keturunan dari penduduk asli yang mendiami negeri tersebut sejak
dulu kala sebelum masuknya bangsa penjajah ,atau sebelum adanya pengaturan
batas-batas wilayah administratif seperti yang berlaku sekarang dan yang
mempertahankan atau berusaha mempertahankan terlepas dari apapun status hukum
mereka –sebagian atau seluruh ciri lembaga sosial,ekonomi,budaya,dan politik
yang mereka miliki. Dalam pengertian itu, masyarakat adat dikenal memiliki
bahasa, budaya,agama,tanah,dan wilayah yang terpisah dari kelompok masyarakat
lain ,dan hidup jauh sebelum terbentuknya negara modern.
Secara perlahan kekuatan magis yang
bertumpu pada alam tadi mulai berkurang. Terjadi desakralisasi alam yang
membuat alam tidak lagi dihormati,disembah ,dan dipelihara dengan penuh takjub.
Manusia mulai merasa superior ketika berhadapan dengan alam. Konsekwensinya
alam tidak lagi bernilai sakral tetapi bernilai ekonomis yang sangat
tinggi.Terjadi pergeseran nilai .Alam mulai dilihat sebagai harta karun yang
bisa dieksploitasi untuk mengubah hidup mereka .Alam dipandang sebagai sumber
ekonomi yang bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidup .Hidup selaras dengan alam
mulai ditinggalkan .Kearifan lokal masih ada,tetapi telah mengalami pergeseran
nilai .Dan untuk menyelematkan kearifan lokal dan kearifan tradisional yang
pernah ada dan yang masih ada dalam masyarakat adat ,maka hak-hak masyarakat
adat harus diakui dan dijamin oleh masyarakat dunia .Harus ada komitmen politik
tingkat nasional dan internasional untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dan
kearifan tradisionalnya.
8. Instrumen
ekonomi lingkungan hidup
Istilah Instrumen ekonomi lingkungan
hidup diatur dalam pasal 1 butir 33, adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk
mendorong Pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian
fungsi lingkungan hidup.
Hal ini merupakan cerminan konsep
demokrasi yang terkait dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan wawasan
lingkungan, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 33 ayat (4) UUD RI 1945 :
“Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.”
9.
Ancaman Serius
UUPPLH dalam pasal 1 merasakan
penting dimasukannya pengertian ancaman serius. Pengertian Ancaman serius disebutkan
dalam pasal 1 butir 34, adalah ancaman yang berdampak luas terhadap lingkungan
hidup dan menimbulkan keresahan masyarakat.
10. Izin
Lingkungan
Pengertian Izin lingkungan dalam
pasal 1 butir 35, adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan
usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan.
Izin merupakan instrumen hukum administrasi
yang dapat digunakan oleh pejabat pemerintah yang berwenang untuk mengatur
cara-cara pengusaha menjalankan usahanya .Dalam sebuah izin pejabat yang berwenang menuangkan
syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan berupa perintah –perintah ataupun larangan
–larangan yang wajib dipatuhi oleh perusahaan .Dengan demikian ,izin merupakan
pengaturan hukum tingkat individual atau norma hukum subjektif karena sudah
dikaitkan dengan subjek hukum tertentu .Perizinan memiliki fungsi preventif
dalam arti intrumen untuk pencegahan terjadinya masalah-masalah akibat kegiatan
usaha .Dalam Konteks hukum lingkungan ,perizinan berada dalam wilayah hukum
lingkungan administrasi.
Dalam
sistem hukum indonesia sebelum berlakunya UUPPLH 2009 terdapat berbagai
jenis izin yang dapat dikategorikan sebagai perizinan dibidang pengelolaan
lingkungan atas dasar kriteria bahwa izin-izin tersebut dimaksudkan atau
berfungsi untuk pencegahan perusakan lingkungan akibat pengambilan sumber daya
alam dan penataan ruang .Penataan ruang merupakan bagian dari pengelolaan
lingkungan .Izin-izin tersebut adalah Izin Hinder Ordonasi ,Izin Usaha ,Izin
Pembuangan Air Limbah dan Izin Dumping dan Izin Pengoperasian instalasi
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) ,Izin Lokasi ,Izin Mendirikan
Bangunan .Izin –izin ini diatur dalam peraturan perundangan –undangan yang
berbeda.
Syamsul Arifin, 2012, Hukum Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, Sofmedia, Jakarta.
Marhaeni
Rio Siombo, 2012, Hukum Lingkungan dan
Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Takdir
Rahmadi, Hukum Lingkungan di
Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.
UUD NRI 1945
Tidak ada komentar:
Posting Komentar