Sabtu, 08 Desember 2012

OPTIMALISASI ADVOKASI


Munculnya gerakan hukum kritis menjadi ksatria ditengah ketidakberdayaan kaum marjinal terhadap kapitalisme yang tak terbendung di era modern ini, sehingga diharapkan mampu melumpuhkan dominasi positivisme yang kian perkasa. Perjalanan positivisme hukum banyak memakan korban, ketidakmampuan aparat penegak hukum memaknai hukum dengan hati nurani menjadikan keadilan dan kemanfaatan hukum dikorbankan demi mencapai kepastian hukum. Lembaga peradilan yang seharusnya independen sudah terkontaminasi oleh kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan, masyarakat tidak memiliki kepercayaan lagi terhadap negara, keadaan kini semakin diperparah oleh lembaga-lembaga negara yang saling berbenturan. Diperlukan perubahan yang radikal terhadap tatanan yang sudah sedemikian kacau, salah satunya adalah advokasi(advocate), mempengaruhi para pembuat kebijakan, putusan pengadilan serta membentuk, merubah dan mempengaruhi paradigma untuk mendesak terjadinya perubahan.
Advokasi harus diletakkan dalam konteks mewujudkan keadilan social, yaitu advokasi yang meletakkan korban kebijakan sebagai subjek utama.Kepentingan merekalah yang justru yang harus menjadi agenda pokok dan penentu arah suatu kegiatan advokasi. Hanya dengan demikian maka suatu kegiatan advokasi tidak lagi menempatkan organisasi, misalnya ornop, menjadi ‘pahlawan’ dan ‘bintang’, melainkan suatu proses yang menghubungkan antarberbagai unsur progresif dalam masyarakat warga (civil society), melalui terbentuknya aliansi – aliansi strategis yang memperjuangkan terciptanya keadilan social dengan cara mendesakkan terjadinya perubahan – perubahan kebijakan publik.Tujuan atau sasaran akhir advokasi adalah terjadinya perubahan peraturan atau kebijakan (policy reform) dengan kata lain, advokasi sebenarnya perupakan upaya untuk memperbaiki atau merubah suatu kebijakan public sesuai dengan kehendak atau kepentingan mereka yang mendesakkan terjadinya perbaikkan atau perubahan tersebut.
Menurut Soetrisno, ada beberapa permasalahan dan hambatan yang menjadi penyebab lemahnya masyarakat sipil (civil society) di Indonesia. Pertama, kebanyakan keberadaan masyarakat sipil tidak otonom.Kedua, aparat pemerintah tidak sensitive terhadap kritik dan pikiran alternative dari masyarakt sipil (civil society). Ketiga, lemahnya partai politik dan pers sebagai wahana masyarakat untuk berperan serta dalam proses pengambilan keputusan public.
Pemberdayaan berdasarkan pada prinsip pemihakan kepada kelompok masyarakt marjinal, tertindas, dan mereka berada pada lapisan bawah struktur sosial. Orang yang terlibat dalam pemberdayaan merupakan orang yang berkepentingan terhadap proses perubahan, yakni perubahan keadaan kaum tertindas yang telah diabaikan harkat dan martabatnya menjadi lebih baik dan menjadi lebih berdaya. Namun kaum tersebut, tidak memiliki kapasitas untuk memahami dan menyadari problem yang dihadapi maupun mengambil tindakan untuk mendorong terjadinya perubahan.Dengan demikian, usaha pemberdayaan dalam konteks ini dimaksudkan untuk mentransformasikan kesadaran rakyat sehingga dapat ambil bagian secara aktif mendorong perubahan.Oleh karena itu, pemberdayaan dimaksudkan untuk memampukan rakyat mempunyai posisi dan kekuatan tawar – menawar sehingga mampu memecahkan masalah dan mengubah posisinya.Pemberdayaan bukan semata – mata diarahkan pada upaya perbaikan kualitas hidup rakyat dalam konteks ekonomi, tetapi juga dalam pengambilan keputusan.
Untuk mencapai hal itu diperlukan suatu strategi, yakni jalan untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini pengembangan strategi membutuhkan (1) suatu pengetahuan yang menyeluruh, kritis, dan objektif mengenai kekuatan penghalang perubahan dan juga peta seluruh kekuatan internal termasuk analisis data dengan kejujuran kekuatan internal yang dimiliki; dan (2) suatu susunan langkah yang akan diambil sehubungan dengan tujuan yang ingin dicapai dikaitkan dengan kenyataan yang ada mengenai “kekuatan penghalang perubahan”.Dalam hal itu, suatu strategi yang baik tidak ditentukan oleh hasil kerja individual melainkan oleh suatu hasil kerja bersama, terutama untuk memperoleh data akurat tentang masalah social yang menjadi tujuan perubahan dan kekuatan strategi yang biak harus didasarkan pada pengetahuan yang akurat. Jika tidak, strategi tersebut hanya merupakan dogma atau impian yang dapat mengakibatkan kehancuran.
Dalam pemberdayaan, berbagai teknik dapat dipergunakan, antara lain (1) agitasi, provokasi, dan propaganda, (2) infiltrasi, dan (3) pengorganisasian.Agitasi merupakan upaya untuk mengungkapkan atau membongkar bagian – bagian yang terselubung (diselubngkan).Provokasi, provokasi merupakan bentuk tindakan agitasi yang bertujuan merangsang atau memberi stimulasi kesadaran kritis. Propaganda merupakan suatu metode penyebar luasan doktrin, prinsip, dan lain – lain yang bersifat relijius maupun seluker. Infiltrasi adalah cara masuk dan bekerja di tempat musuh.  Pengorganisasian dimaksudkan untuk memperkuat rakyat sehingga mampu mandiri dan mengenali berbagai persoalan yang ada dan dapat mengembangkan jalan keluar.



Referensi : Rachmad Safa’at, 2011,  Advokasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Latar Belakang, Konsep dan Implementasinya, Surya Pena Gemilang, Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar