Rabu, 10 Oktober 2012

KRIMINALISASI JILID II

Komisi pemberantasan korupsi (KPK) lahir sebagai amanah  reformasi berdasarkan Undang – undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kelahiran KPK merupakan semangat baru bagi bangsa Indonesia untuk menumpas habis korupsi sampai ke akar-akarnya. KPK sebagai lembaga negara agencies, dimana lembaga ini ada karena dalam penyelenggaraan oleh lembaga negara dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) tidak maksimal dalam memberantas korupsi. Jadi bisa dikatakan KPK merupakan “seketurunan” dengan POLRI.
KPK yang merupakan lembaga “superbody” , dalam perjalanannya banyak mendapatkan tantangan besar dalam memberantas praktik korupsi, masih teringat diingatan kita tuduhan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh ketua KPK Antasari, kasus ini masih menimbulkan tanda tanya publik karena diduga upaya pelemahan terhadap KPK. Tiga tahun yang lalu perseteruan antara KPK dan POLRI menjadi bukti keberadaan KPK menjadi ancaman serius bagi tikus-tikus berdasi, perseteruan yang di beri jargon “CICAK VS BUAYA” ini oleh banyak kalangan di nilai sebagai upaya kriminalisasi terhadap KPK, Konflik yang muncul ketika itu dikarenakan ada oknum polisi yang diduga terlibat kasus penyuapan oleh seorang pengusaha, setelah ini mereda berbagai serangan ditujukan terhadap KPK terus tersaji di media massa, mulai diajukannya revisi terhadap undang-undang KPK yang mengurangi kewenangan KPK, sampai yang terbaru upaya kriminalisasi terhadap penyidik KPK.
Konferesi pers yang dilakukan KPK pada Sabtu pagi pukul 01.00 WIB yang kemudian diiukuti oleh konferesi pers POLRI menjadi pertanda dimulainya genderang perang antara KPK vs POLRI jilid II. Kedua kubu memberikan keterangan berbeda yang membuat perang semakin panas. setelah Irjen. DS dipanggil KPK karena diduga terlibat kasus korupsi simulator SIM, malam harinya kantor KPK dipenuhi oleh anggota kepolisian yang ingin menangkap Komisaris Polisi Novel Baswedan yang merupakan penyidik simulator SIM, dimana melibatkan pejabat POLRI, Novel di tuduh telah melakukan penganiayaan pada tahun 2004.
LAGI-LAGI UPAYA PELEMAHAN KPK
            Kriminalisasi jilid II ini dinilai rakyat merupakan “serangan balik” terhadap tindakan KPK yang sebelumnya memeriksa anggota POLRI, terlepas dari tuduhan tindak pidana yang dilakukan oleh Novel, ada beberapa fakta yang harus kita uraikan. Yang pertama, upaya penangkapan ini bersamaan dengan pemeriksaan terhadap anggota POLRI yang dituduh terlibat dalam kasus simulator SIM. Yang kedua, tuduhan tindak pidana yang dilakukan Novel tempos delictusnya adalah tahun 2004. Yang ketiga, Novel merupakan salah satu penyidik terbaik yang dimiliki KPK. Ketiga fakta ini cukup membuka mata publik, bahwa upaya penangkapan terhadap penyidik Novel sarat dengan muatan politik atau kepentingan, karena cara dan waktunya tidak tepat, yang disebut oleh wakil KPK Bambang Widjayanto sebagai upaya kriminalisasi terhadap sebagian penyidik KPK.
Sungguh suatu hal yang sangat ironis, bahkan melahirkan banyak stigma dimasyarakat terhadap citra POLRI, terlepas dari banyaknya prestasi  POLRI, namun persengketaan antar kedua lembaga yang sama-sama sebagai law enforcement semakin memanas, bahkan Presiden dinilai kembali lamban menyelesaikan konflik ini. Padahal peran Presiden sangat penting sebagai orang Nomor Satu di Negeri ini.
KPK dan POLRI seharusnya bekerja sama untuk memberantas wabah korupsi yang semakin hari semakin mengkhawatirkan, tapi kenyataannya dua lembaga yang seketurunan ini, malah terlibat konflik, padahal jelas para penyidik di KPK adalah anggota kepolisian. Persengketaan terjadi bukan karena persoalan kewenangan, namun bisa jadi karena ketakutan dari POLRI atau hanya ingin melindungi, atau hanya bentuk  “balas dendam” karena KPK memeriksa seorang jenderal, apapun itu POLRI dan KPK sama-sama mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap penumpasan korupsi, pemeriksaan jendral itu juga sebagai langkah untuk membersihkan institusi POLRI dari image negative, oleh karena itu ego dari masing-masing lembaga dan sentimental harus segera dimusnahkan.
RAKYAT BERSAMA KPK
Ditengah krisis kepercayaan yang dialami masyarakat terhadap penyelenggara negara, lembaga negara yang notabene penegak hukum, pengayom dan pelindung masyarakat kembali berulah, kebencian masyarakat semakin memuncak terhadap POLRI, polisi yang seharusnya beriringan melawan korupsi melakukan “manuver illegal” terhadap KPK, seharusnya kasus ini bisa diselesaikan secara internal, tidak dibiarkan naik kepermukaan yang melibatkan publik, sehingga publik semakin tidak apresiasi terhadap POLRI, apa yang terjadi kemarin, seolah membuktikan bahwa ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menciptakan konflik untuk melemahkan KPK, ada aktor yang bermain dibalik layar, namun sekali lagi, masyarakat Indonesia akan tetap mendukung KPK untuk menjalankan tugasnya, terbukti pada waktu konferesi pers Sabtu pagi rakyat memenuhi gedung KPK untuk memberi dukungan moril, karena ke depan akan banyak kasus-kasus yang harus diungkap oleh KPK demi menyelamatkan bangsa Indonesia agar tidak “mati suri”, bahkan bisa di label sebagai Negara yang GAGAL. Akan sangat membahayakan apabila Negara-negara lain menyaksikan Indonesia dalam keadaan mati suri, yang nantinya mereka akan menjajah dengan bentuk kolonialisme modern, karena ulah perampok-perampok uang Negara. Masyarakat rindu akan datangnya perubahan, KPK merupakan satu-satunya lembaga yang dipercayai masyarakat saat ini, oleh karena itu sudah saatnya lembaga-lembaga negara lain menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat, antar lembaga harus saling berintegrasi, dan tanggungjawab ini menjadi tanggungjawab bersama, baik dilevel lembaga negara maupun kita semua, yang mencintai negara kesatuan Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar