Komisi pemberantasan korupsi (KPK) lahir sebagai
amanah reformasi berdasarkan Undang – undang
Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
kelahiran KPK merupakan semangat baru bagi bangsa Indonesia untuk menumpas
habis korupsi sampai ke akar-akarnya. KPK sebagai lembaga negara agencies, dimana lembaga ini ada karena dalam penyelenggaraan oleh
lembaga negara
dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) tidak maksimal dalam
memberantas korupsi. Jadi bisa dikatakan KPK merupakan “seketurunan” dengan
POLRI.
KPK yang merupakan lembaga “superbody” , dalam perjalanannya banyak mendapatkan tantangan besar
dalam memberantas praktik korupsi, masih teringat diingatan kita tuduhan tindak pidana
pembunuhan yang dilakukan oleh ketua KPK Antasari, kasus ini masih menimbulkan
tanda tanya publik karena diduga upaya pelemahan terhadap KPK. Tiga tahun yang
lalu perseteruan antara KPK dan POLRI menjadi bukti keberadaan KPK menjadi
ancaman serius bagi tikus-tikus berdasi, perseteruan yang di beri jargon “CICAK VS BUAYA” ini oleh banyak
kalangan di nilai sebagai upaya kriminalisasi terhadap KPK, Konflik yang muncul ketika
itu dikarenakan ada oknum polisi yang diduga terlibat kasus penyuapan oleh
seorang pengusaha, setelah ini mereda berbagai serangan ditujukan terhadap
KPK terus tersaji di
media massa, mulai diajukannya revisi terhadap undang-undang KPK yang
mengurangi kewenangan KPK, sampai yang terbaru upaya kriminalisasi terhadap
penyidik KPK.
Konferesi pers yang dilakukan KPK pada Sabtu pagi pukul
01.00 WIB yang kemudian diiukuti oleh konferesi pers POLRI menjadi pertanda dimulainya genderang perang
antara KPK vs POLRI jilid II. Kedua kubu memberikan keterangan berbeda yang
membuat perang semakin panas. setelah Irjen. DS dipanggil KPK karena diduga
terlibat kasus korupsi simulator SIM, malam harinya kantor KPK dipenuhi oleh
anggota kepolisian yang ingin menangkap Komisaris Polisi Novel Baswedan yang merupakan penyidik
simulator SIM, dimana melibatkan
pejabat POLRI, Novel di
tuduh telah melakukan
penganiayaan pada tahun 2004.
LAGI-LAGI UPAYA
PELEMAHAN KPK
Kriminalisasi jilid II ini dinilai
rakyat merupakan “serangan balik” terhadap tindakan KPK yang sebelumnya
memeriksa anggota POLRI, terlepas dari tuduhan tindak pidana yang dilakukan
oleh Novel, ada beberapa fakta yang harus kita uraikan. Yang pertama, upaya penangkapan ini bersamaan
dengan pemeriksaan terhadap anggota POLRI yang dituduh terlibat dalam kasus
simulator SIM. Yang kedua, tuduhan
tindak pidana yang dilakukan Novel tempos
delictusnya adalah tahun 2004. Yang ketiga,
Novel merupakan salah satu penyidik terbaik yang dimiliki KPK. Ketiga fakta ini
cukup membuka mata publik, bahwa upaya penangkapan terhadap penyidik Novel sarat
dengan muatan politik atau kepentingan, karena cara dan waktunya tidak tepat, yang
disebut oleh wakil KPK Bambang Widjayanto sebagai upaya kriminalisasi terhadap
sebagian penyidik KPK.
Sungguh suatu hal yang sangat ironis, bahkan melahirkan
banyak stigma dimasyarakat terhadap citra POLRI, terlepas dari banyaknya “prestasi” POLRI, namun persengketaan antar kedua
lembaga yang sama-sama sebagai law
enforcement semakin memanas, bahkan Presiden dinilai kembali lamban menyelesaikan konflik ini.
Padahal peran Presiden sangat penting sebagai orang Nomor Satu di Negeri ini.
KPK dan POLRI seharusnya bekerja sama untuk memberantas
wabah korupsi yang
semakin hari semakin mengkhawatirkan, tapi kenyataannya dua lembaga yang
seketurunan ini, malah terlibat konflik, padahal jelas para penyidik di KPK
adalah anggota kepolisian. Persengketaan terjadi bukan karena persoalan
kewenangan, namun bisa jadi karena ketakutan dari POLRI atau hanya ingin
melindungi, atau hanya bentuk “balas
dendam” karena KPK memeriksa seorang jenderal, apapun itu POLRI dan KPK
sama-sama mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap penumpasan
korupsi, pemeriksaan
jendral itu juga sebagai langkah untuk membersihkan institusi POLRI dari image negative, oleh karena itu ego dari
masing-masing lembaga dan sentimental harus segera dimusnahkan.
RAKYAT
BERSAMA KPK
Ditengah krisis
kepercayaan yang dialami masyarakat terhadap penyelenggara negara, lembaga
negara yang notabene penegak hukum, pengayom dan pelindung masyarakat kembali
berulah, kebencian masyarakat semakin memuncak terhadap POLRI, polisi yang
seharusnya beriringan melawan korupsi melakukan “manuver illegal” terhadap KPK, seharusnya kasus ini bisa
diselesaikan secara internal, tidak dibiarkan naik kepermukaan yang melibatkan
publik, sehingga publik semakin tidak apresiasi terhadap POLRI, apa yang
terjadi kemarin, seolah membuktikan bahwa ada pihak-pihak tertentu yang sengaja
menciptakan konflik untuk melemahkan KPK, ada aktor yang bermain dibalik layar,
namun sekali lagi, masyarakat Indonesia akan tetap mendukung KPK untuk
menjalankan tugasnya, terbukti pada waktu konferesi pers Sabtu pagi rakyat
memenuhi gedung KPK untuk memberi dukungan moril, karena ke depan akan banyak
kasus-kasus yang harus diungkap oleh KPK demi menyelamatkan bangsa Indonesia
agar tidak “mati suri”, bahkan bisa di label sebagai Negara yang GAGAL. Akan
sangat membahayakan apabila Negara-negara lain menyaksikan Indonesia dalam
keadaan mati suri, yang nantinya mereka akan menjajah dengan bentuk
kolonialisme modern, karena ulah perampok-perampok uang Negara. Masyarakat
rindu akan datangnya perubahan, KPK merupakan satu-satunya lembaga yang
dipercayai masyarakat saat ini, oleh karena itu sudah saatnya lembaga-lembaga
negara lain menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat, antar lembaga harus
saling berintegrasi, dan tanggungjawab ini menjadi tanggungjawab bersama, baik
dilevel lembaga negara maupun kita semua, yang mencintai negara kesatuan
Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar