Dasawarsa
tahun 1970-an merupakan awal permasalahan lingkungan secara global yang
ditandai dengan dilangsungkannya Konferensi Stockholm tahun 1972 yang
membicarakan masalah lingkungan (UN
Coference on the Human Environment,UNCHE). Konferensi yang diselenggarakan
oleh PPB ini berlangung dari tanggal 5-12 juni 1972, akhirnya tanggal 5 juli
ditetapkan sebagai hari lingkungan hidup sedunia. Pada 1987 terbentuk sebuah
komisi dunia yang disebut dengan Komisi Dunia tentang Lingkungan Hidup dan
Pembangunan (World Commission on
Environment and Development) yang
kemudian lahir konsep sustainable
development, kemudian majelis umum PPB memutuskan untuk menyelenggarakan
konferensi di Rio de Janeiro, Brasil 1992.
Kesadaran bangsa – bangsa di Asia
Tenggara untuk melaksanakan perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup
ditandai dengan adanya beberapa kerja sama antara mereka. Kerja sama itu antara
lain dapat dilihat melalui “tripartite
Agreement” dan Deklarasi Manila. Setelah Deklarasi Manila, negara – negara
ASEAN pada tahun 1976 telah menyusun ASEAN
Contingensy Plan. Negara – negara ASEAN juga telah menyusun “ Rencana
Tindak” (Action Plan). Sasaran utama dari Rencana Tindak ini adalah
perkembangan dan perlindungan lingkungan laut dan kawasan dan kawasan pesisir
bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kesehatan generasi sekarang dan masa
mendatang.
Sejak era 1980-an, berkembang
tuntutan yang meluas agar kebijakan-kebijakan resmi negara yang pro lingkungan
dapat tercermin dalam bentuk perundang-undangan yang mengingat untuk ditaati
oleh semua pemangku kepentingan (stakeholder).
Tak terkecuali, Indonesia juga menghadapi tuntutan yang sama, yaitu perlunya
disusun suatu kebijakan yang dapat dipaksakan berlakunya dalam bentuk
undang-undang tersendiri yang mengatur mengenai lingkungan hidup.
Itu juga sebabnya, maka Indonesia
menyusun dan akhirnya menetapkan berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH 1982).
Inilah produk hukum pertama yang dibuat di Indonesia, setelah sebelumnya
dibentuk satu kantor kementerian tersendiri dalam susunan anggota Kabinet
Pembangunan III, 1978-1983. Menteri Negara Urusan Lingkungan Hidup yang pertama
adalah Prof. Dr. Emil Salim yang berhasil meletakkan dasar-dasar kebijakan
mengenai lingkungan hidup dan akhirnya dituangkan dalam bentuk undang-undang
pada tahun 1982.
Lahirnya UULH 1982 tanggal 11 Maret
1982 dipandang sebagai pangkal tolak atau awal dari lahir dan pertumbuhan hukum
lingkungan nasional. Sebelum lahirnya UULH 1982 sesungguhnya telah berlaku
berbagai bentuk peraturan perundang-undangan tentang atau yang berhubungan
dengan lingkungan hidup atau sumber daya alam dan sumber daya buatan, yang
dipandang sebagai rezim hukum nasional klasik. Rezim hukum lingkungan klasik
berisikan ketentuan-ketentuan yang melindungi kepentingan sektoral, sementara
masalah-masalah lingkungan yang timbul semakin kompleks sehingga peraturan
perundang-undangan klasik tidak mampu mengantisipasi dan menyelesaikan
masalah-masalah lingkungan secara efektif, sedangkan rezim hukum lingkungan
modern yang dimulai lahirnya UULH 1982 berdasarkan pendekatan lintas sektoral
atau komprehensif integral.
UULH 1982 merupakan sumber hukum
formal tingkat undang-undang yang pertama dalam konteks hukum lingkungan modern
di Indonesia. UULH 1982 memuat ketentuan-ketentuan hukum yang menandai lahirnya
suatu bidang hukum baru, yakni hukum lingkungan karena ketentuan-ketentuan itu
mengandung konsep-konsep yang sebelumnya tidak dikenal dalam bidang hukum. Di
samping itu, ketentuan-ketentuan UULH 1982 memberikan landasan bagi kebijakan
pengelolaan lingkungan hidup.
Akan tetapi, setelah UULH 1982
berlaku selama sebelas tahun ternyata oleh para pemerhati lingkungan hidup dan
juga pengambil kebijakan lingkungan hidup dipandang sebagai instrumen kebijakan
pengelolaan lingkungan hidup yang tidak efektif. Sejak pengundangan UULH 1982
kualitas lingkungan hidup di Indonesia ternyata tidak semakin baik dan banyak
kasus hukum lingkungan tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh sebab itu,
perlu dilakukan perubahan terhadap UULH 1982, setelah selama dua tahun
dipersiapkan, yaitu dari sejak naskah akademis hingga RUU, maka pada tanggal 19
September 1997 pemerintah mengundangkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH 1997).
Selanjutnya, pada tanggal 3 Oktober
2009, pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), didalam kualitas
lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, sehingga perlu dilakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan
konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Disebabkan juga pemanasan global
yang semakin meningkat dan mengakibatkan perubahan iklim, sehingga memperparah
penurunan kualitas lingkungan hidup.
Setidaknya ada empat alasan mengapa
UULH 1997 perlu untuk digantikan oleh undang – undang yang baru. Pertama, UUD 1945 setelah perubahan
secara tegas menyatakan bahwa pembangunan ekonomi nasional diselenggarakan
berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Kedua, kebijakan otonomi daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah membawa
perubahan hubungan dan kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah
termasuk di bidang perlingkungan lingkungan hidup. Ketiga, pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan
perubahan iklim sehingga semakin memperparah penurunan kualitas lingkungan
hidup. Ketiga alasan ini ditampung dalam UULH 1997. Keempat, UULH 1997 sebagaimana UULH 1982 memiliki celah – celah
kelemahan normatif, terutama kelemahan kewenangan penegakan hukum administratif
yang dimiliki kementrian Lingkungan Hidup dan kewenangan penyidikan penyidik
pejabat pegawai negeri sipil sehingga perlu penguatan dengan mengundangkan
sebuah undang – undang baru guna peningkatan penegakan hukum. Berdasarkan hal ini menunjukan, bahwa
UUPPLH memberikan warna yang baru dan berbeda dari undang-undangan sebelumnya.
REFERENSI :
Jimly Asshiddiqie,
2010, Green Constitution, Rajawali
Pers, Jakarta.
Takdir
Rahmadi, 2011, Hukum Lingkungan di
Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar