Negara
serikat (federasi) adalah negara yang bersusunan jamak, maksudnya negara ini
terdiri dari beberapa negara yang semula telah berdiri dendiri sebagai negara
yang merdeka dan berdaulat, mempunyai undang-undang dasar sendiri serta
pemerintahan sendiri. Negara-negara bagian itu kemudian menyerahkan sejumlah tugas dan kewenangan
untuk diselenggarakan oleh suatu pemerintah federal, sedangakan urusan-urusan
lain tetap menjadi kewenangan negara bagian. Ramlan
Surbakti menambahkan bahwa dalam negara serikat pemerintah negara bagian
bukanlah bawahan dan tidak bertanggungjawab kepada pemerintah federal.
Dalam negara
federasi dimungkinkan penerapan hukum yang dibentuk oleh negara bagian tanpa
campur tangan negara federal sebagai pemegang tongkat tertinggi, sama halnya
seperti negara kesatuan, dalam negara federal memiliki UUD federasi sebagai
hukum tertinggi, dan juga negara bagian memiliki UUD negara bagian, tetapi yang
membedakan jika dalam otonomi daerah dibatasi oleh beberapa hal, yaitu :
kebijakan fiskal, pertahanan keamanan, dan sebagainya, namun dalam negara
federasi tidak mengenal batasan tersebut. Sehingga negara federasi sangat
dimungkinkan untuk mengoptimalkan pluralisme hukum.
Secara
umum pluralisme hukum baru ditandai dengan berkembangnya 3 (tiga) kajian dalam
pluralisme hukum, yakni : (1) kajian yang tidak lagi melihat, bahwa sistem
hukum dalam sebuah wilayah sosial (negara bangsa) tak lagi hayan berupa hukum
negara, hukum adata, hukum agama, melainkan juga termasuk sistem hukum
kebiasaan;(2) locus kajian pluralisme hukum tidak lagi berkutat pada wilayah
pedesaan dengan komunitas-komunitas tradisioanalnya tetapi sudah mulai
mencermati komunitas-komunitas wilayah perkotaan seperti komunitas pabrik dan
organisasi profesi. Hukum yang berkembang di komunitas perkotaan ini memang
tidak bisa dikategorikan sebagai hukum negara, hukum adat maupun agama. Maka
dimunculkan penamaan tersendiri untuk fakta ini seperti hybrid law atau unnamed
law; dan (3) kajian pluralisme hukum mulai mendalami mendalami gejala
transnational law seperti hukum yang dihasilkan oleh organisasi multilateral
dan bilateral serta lembaga keuangan internasional, beserta hubungan
interdependensialnya dengan hukum nasional dan hukum lokal.
Apabila
kita menerima Negara Federal sebagai suatu alternatif, kita terlebih dahulu
harus mempertimbangkan secara bijakasana, karena mengubah Negara Kesatuan
Republik Indonesia menjadi Negara Federal bukanlah merupakan suatu pilihan yang
mudah. Mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Negara Federal tidak
dapat dilakukan melalui referendum yang diadakan disuatu daerah, seperti Aceh,
Irian Jaya, Riau dan Kalimantan Timur saja, karena hal ini menyangkut
kepentingan lebih dari 200 juta bangsa Indonesia yang tersebar diseluruh
nusantara ini.
Apabila
kita ingin mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Negara Federal,
ada dua pertanyaan mendasar yang harus kita jawab, yaitu : Bagaimana prosedur
pembentukannya? Dan bagaimana bentuk Negara Federal yang cocok bagi bangsa
Indonesia?
Secara
konstitusional, pembentukan Negara Federal nampaknya mudah, tetapi secara
praktis masalahnya akan menjadi rumit. Apabila kita berpegang pada teori
pembentukan suatu Negara Federal sebagai mana telah dikemukakan sebelumnya,
pembentukan Negara Federal bermula dari beberapa negara merdeka yang
masing-masing mempunyai kedaulatan sendiri-sendiri,bersepakat bergabung
membentuk suatu negara baru dan menyerahkan sebagian kedaulatan (kewenangan)
yang merdeka miliki kepada negara baru tersebut (Negara Federal).
Masalahnya
sekarang 32 Provinsi yang ada di lingkungan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
bukanlah merupakan negara merdeka yang berdaulat yang bisa membentuk Negara
Federal. Dengan diamandemennya pasal 1 UUUD 1945, yaitu mengubah bentuk negara
dari Negara Kesatuan menjadi Negara Federal, tidak dengan sendirinya
Provinsi-Provinsi yang ada berubah statusnya menjadi negara merdeka yang
berdaulat.
Untuk
mengatasi hal tersebut jalan yang bisa ditempuh adalah dengan cara memberikan
kemerdekaan kepada Provinsi-Provinsi yang menginginkan Negara Federal,
berdasarkan hasil referendum yang diadakan di masing-masing Provinsi yang
bersangkutan. Setelah Provinsi-Provinsi tersebut dinyatakan sebagai suatu
negara merdeka yang berdaulat dengan suatu Ketetapan MPR, mereka membuat
kesepakatan untuk bergabung dalam suatu Negara Federal dan menyerahkan sebagian
kewenangan (kedaulatan) yang mereka miliki kepada Negara Federal yang baru
dibentuk itu. Akan tetapi halini bukanlah merupakan suatu yang mudah dan
beresiko tinggi, yang bisa membuat bangsa Indonesia menjadi cerai berai.
Pembagian
kekuasaan dalam Negara Federal dapat dilakukan dengan dua cara, tergantung
dimana “reserve of powers” atau “dana
kekuasaan” :
a. Undang-undang Dasar
memperinci satu persatu kekuasaan Pemerintah Federal (misalnya kekuasaan untuk
mengurus soal politik luar negeri, mencetak uang dan sebagainya), sedangkan
sisa kekuasaan yang tidak terperinci diserahkan kepada negara-negara bagian.
Sisa kekuasaan ini dinamakan reserve of
powers atau dana kekuasaan. Negara federal semacam ini dianggap lebih
sempurna sifat federalnya daripada Negara Federal dimana dana kekuasaannya
terletak pada pemerintah federal, sebab maksud dari memperinci kekuasaan itu
justru untuk membatasi kekuasaan. Jadi dalam hal ini perincian dari kekuasaan
pemerintah federal dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan pemerintah federal dan
memperkuat kekuasaan negara-negara bagian. Contoh : Amerika Serikat, Australia,
Uni Soviet, R.I.S.
b. Undang-undang Dasar
memperinci satu persatu kekuasaan pemerintah negara-negara bagian, sedangkan
dana kekuasaan diserahkan pada pemerintah federal. Negara federal semacam ini
dianggap kurang sempurna sifat federalnya daripada penjelasan a) tersebut
diatas, oleh karena dianggap bahwa maksud dari perincian kekuasaan
negara-negara bagian ialah untuk membatasi kekuasaan negara-negara bagian dan
memperkuat kekuasaan federal. Contoh : Kanada, India.
Indonesia
merupakan negara yang memiliki keberagaman di daerah-daerah, keberagaman ini
berimplikasi terhadap pengaturan hukum yang bertendesi kacau, sehingga konsep
Negara Federal merupakan pilihan yang urgen ditengah kebingungan bangsa, dalam
negara federasi dimungkinkan penerapan hukum yang dibentuk oleh negara bagian
tanpa campur tangan negara federal sebagai pemegang tongkat tertinggi, sama
halnya seperti negara kesatuan, dalam negara federal memiliki UUD federasi
sebagai hukum tertinggi, dan juga negara bagian memiliki UUD negara bagian,
tetapi yang membedakan jika dalam otonomi daerah dibatasi oleh beberapa hal
yang tidak dikenal didalam Negara Federal, dimana negara bagian menyerahkan
sebagian kedaulatan untuk membentuk negara baru, batasannya adalah politik luar
negeri dan pertahanan keamanan, pembentukan hukum merupakan keleluasan negara
bagian, sehingga memungkinkan dalam optimalisasi pluralisme hukum.
Dalam
konsep Negara Federal, negara yang bergabung untuk membentuk suatu negara baru
dalam naungan Negara Federal merupakan negara yang merdeka dan memiliki
kedaulatan, untuk itu di Indonesia seluruh propinsi harus di berikan
kemerdekaan dahulu sebelum amandemen UUD RI 1945 sebagai konstitusi Negara
Indonesia, selanjutnya adalah membagi negara bagian dalam beberapa bagian, bisa
menurut jumlah provinsi maupun dibagi lagi dalam beberapa bagian, untuk itu
para steakholder harus beritikad baik
dalam merumuskan konsep Negara Federal.
DAFTAR PUSTAKA :
Soehino, 2000, Ilmu Negara, Ed.3, Cet.3, Liberty,
Yogyakarta.
Ramlan Surbakti, 2010,
Memahami Ilmu Politik , Grassindo, Jakarta.
Rikardo Simarmata,
2005, Mencari Karakter Aksional Dalam
Pluralisme Hukum, dalam Pluralisme Hukum : Sebuah Pendekatan
Interdisiplin, Huma, Jakarta.
Rozali
Abdullah, 2002, Pelaksanaan Otonomi Luas
dan Isu Federalisme Sebagai SuatuAlternatif, Ed.1 Cet.3, RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar