Senin, 09 September 2013

SISTEM INFORMASI LINGKUNGAN HIDUP OLEH PEMERINTAH DAERAH

Amandemen Undang-undang Dasar 1945 memberikan perlindungan  terhadap warga negara Indonesia untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik, tercantum dalam pasal 28H, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Tercantumnya pasal ini dalam konstitusi merupakan dasar berbagai peraturan perundangan-undangan di Indonesia yang bermakna tidak ada satu perundang-undang yang bisa bertentangan dengan hak warga negara dalam memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Kemudian, pada tahun 2009 hukum lingkungan Indonesia diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Lahirnya undang-undang ini menjadi angin segar bagi pegiat atau aktivis lingkungan, undang-undang ini memang lebih konkrit dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, namun tidak sedikit kalangan yang meragukan efektifitas undang-undang ini. Undang-undang baru ini harus diakui lebih baik daripada undang-undang yang sebelumnya, berbagai konsep baru lahir dari undang-undang ini, mengadopsi dari berbagai negara yang diharapkan bisa diterapkan dalam praktik hukum lingkungan Indonesia. Pengembangan sistem informasi merupakan konsep baru dalam undang-undang ini, yang dicantumkan dalam pasal 62, berbunyi :
Pasal 62
(1)Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(2)Sistem informasi lingkungan hidup dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat.
(3)Sistem informasi lingkungan hidup paling sedikit memuat informasi mengenai status lingkungan hidup, peta rawan lingkungan hidup, dan informasi lingkungan hidup lain.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi lingkungan hidup diatur dengan Peraturan Menteri.

Sejak berlakunya otonomi seluas-luasnya oleh daerah, kualitas lingkungan hidup di Indonesia semakin menghawatirkan, pemerintah daerah khususnya kepala daerah berlomba-lomba membangun tanpa memperhatikan lingkungan hidup sebagai penyeimbang ekosistem, lingkungan cenderung dirusak, dieksploitasi secara berlebihan atas nama pembangunan ekonomi daerah, izin seolah-olah hanya menjadi syarat formalitas, lebih murah dari sebuah mobil, penghargaan dan kesadaran terhadap lingkungan sebagai bagian dari kehidupan sudah dikalahkan oleh sifat serakah manusia, egoisme manusia yang dibentuk oleh kapitalisme tumbuh subur dinegara berkembang seperti Indonesia. Fungsi Lingkungan semakin hari semakin berkurang,  akibat berbahaya yang timbul memang belum dirasakan, karena lingkungan mempunyai bahasanya sendiri, akibat yang ditimbulkan tidak bisa ditentukan dengan hitungan matematis atau rasionalisasi manusia, akibatnya seolah menjadi boom waktu yang siap meledak kapanpun.
Amandemen UUD RI 1945 tahun 2002 serta diikuti oleh lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan otonomi seluas-luasnya terhadap daerah, atau bisa dibilang semi federal, tidak diimbangi dengan perbaikan terhadap hukum lingkungan di Indonesia, UULH 1997 masih tetap berlaku, sehingga tidak ada spesifikasi terhadap tugas dan wewenang pemerintah daerah, dalam UULH 1997 soal kewenangan dikaitkan dengan negara sehingga dikenal istilah kewenangan negara. Perbaikan baru dilakukan pada UUPPLH, yang tidak lagi menggunakan konsep kewenangan negara, tetapi kewenangan pemerintah yang dibedakan atas pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota. Ini pula yang menjadi faktor pemicu pengelolaan lingkungan hidup sebelum lahirnya UUPPLH, walaupun kegiatan perusakan lingkungan masih marak dilakukan oleh daerah-daerah, terutama daerah luar pulau Jawa yang minim pengawasan dan intervensi, baik pengawasan dan intervensi pemerintah pusat maupun oleh media massa.
Berlakunya UUPPLH menjadi angin segar bagi pegiat atau pemerhati lingkungan, proteksi terhadap lingkungan dalam undang-undang ini memang harus diakui lebih berkembang, pengelolaan terhadap lingkungan sudah memasuki ranah konkrit, lahir beberapa konsep baru yang tidak ditemukan dalam undang-undang sebelumnya. Termasuk didalamnya pengaturan terhadap sistem informasi lingkungan hidup, tetapi sangat disayangkan peraturan pemerintah tentang sistem informasi lingkungan hidup ini belum terealisasi sehingga pemerintah daerah masih belum mempriortaskan pengembangan sistem informasi, diera globalisasi yang menjadikan teknolgi sebagai media informasi sekaligus menjadi bagian hidup masyarakat era modern memang sangat perlu sistem informasi yang dibangun secara komprehensif agar masyarakat mendapatkan hak sebagai warga negara yang sudah dijamin oleh konstitusi, hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Selain UUPPLH, pengaturan terhadap keterbukaan informasi sebenarnya sudah ada dalam undang-undang undang yang lain, salah satunya adalah Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, namun lagi-lagi undang ini tidak mampu berkontribusi banyak terhadap pengembangan sistem informasi oleh pemerintahan daerah, ini pula yang dibahas dan menjadi keluhan masyarakat terhadap lembaga Ombudsman. Meskipun transparansi didalam perencanaan dan penyelenggaraan penataan ruang telah diwajibkan, disamping telah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, namun masih banyak dikeluhkan oleh masyarakat mengenai keterbukaan informasi.
           



Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
UUD NRI 1945
Ibnu Tricahyo dalam Makalah Penegakkan Pelayanan Penyelenggaraan Tata Ruang, Seminar Nasional Bidang Penataan Ruang sebagai Upaya Sinkronisasi dan Sinergitas Penataan Ruang Pusat Daerah, tanggal 31 Oktober 2012, Universitas Brawijaya, Malang, hal.3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar