Sabtu, 09 Februari 2013

IDE FEDERASI UNTUK OPTIMALISASI PLURALISME HUKUM

Negara serikat (federasi) adalah negara yang bersusunan jamak, maksudnya negara ini terdiri dari beberapa negara yang semula telah berdiri dendiri sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, mempunyai undang-undang dasar sendiri serta pemerintahan sendiri. Negara-negara bagian itu kemudian menyerahkan sejumlah tugas dan kewenangan untuk diselenggarakan oleh suatu pemerintah federal, sedangakan urusan-urusan lain tetap menjadi kewenangan negara bagian. Ramlan Surbakti menambahkan bahwa dalam negara serikat pemerintah negara bagian bukanlah bawahan dan tidak bertanggungjawab kepada pemerintah federal.
Dalam negara federasi dimungkinkan penerapan hukum yang dibentuk oleh negara bagian tanpa campur tangan negara federal sebagai pemegang tongkat tertinggi, sama halnya seperti negara kesatuan, dalam negara federal memiliki UUD federasi sebagai hukum tertinggi, dan juga negara bagian memiliki UUD negara bagian, tetapi yang membedakan jika dalam otonomi daerah dibatasi oleh beberapa hal, yaitu : kebijakan fiskal, pertahanan keamanan, dan sebagainya, namun dalam negara federasi tidak mengenal batasan tersebut. Sehingga negara federasi sangat dimungkinkan untuk mengoptimalkan pluralisme hukum.
Secara umum pluralisme hukum baru ditandai dengan berkembangnya 3 (tiga) kajian dalam pluralisme hukum, yakni : (1) kajian yang tidak lagi melihat, bahwa sistem hukum dalam sebuah wilayah sosial (negara bangsa) tak lagi hayan berupa hukum negara, hukum adata, hukum agama, melainkan juga termasuk sistem hukum kebiasaan;(2) locus kajian pluralisme hukum tidak lagi berkutat pada wilayah pedesaan dengan komunitas-komunitas tradisioanalnya tetapi sudah mulai mencermati komunitas-komunitas wilayah perkotaan seperti komunitas pabrik dan organisasi profesi. Hukum yang berkembang di komunitas perkotaan ini memang tidak bisa dikategorikan sebagai hukum negara, hukum adat maupun agama. Maka dimunculkan penamaan tersendiri untuk fakta ini seperti hybrid law atau unnamed law; dan (3) kajian pluralisme hukum mulai mendalami mendalami gejala transnational law seperti hukum yang dihasilkan oleh organisasi multilateral dan bilateral serta lembaga keuangan internasional, beserta hubungan interdependensialnya dengan hukum nasional dan hukum lokal.
Apabila kita menerima Negara Federal sebagai suatu alternatif, kita terlebih dahulu harus mempertimbangkan secara bijakasana, karena mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Negara Federal bukanlah merupakan suatu pilihan yang mudah. Mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Negara Federal tidak dapat dilakukan melalui referendum yang diadakan disuatu daerah, seperti Aceh, Irian Jaya, Riau dan Kalimantan Timur saja, karena hal ini menyangkut kepentingan lebih dari 200 juta bangsa Indonesia yang tersebar diseluruh nusantara ini.
Apabila kita ingin mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Negara Federal, ada dua pertanyaan mendasar yang harus kita jawab, yaitu : Bagaimana prosedur pembentukannya? Dan bagaimana bentuk Negara Federal yang cocok bagi bangsa Indonesia?
Secara konstitusional, pembentukan Negara Federal nampaknya mudah, tetapi secara praktis masalahnya akan menjadi rumit. Apabila kita berpegang pada teori pembentukan suatu Negara Federal sebagai mana telah dikemukakan sebelumnya, pembentukan Negara Federal bermula dari beberapa negara merdeka yang masing-masing mempunyai kedaulatan sendiri-sendiri,bersepakat bergabung membentuk suatu negara baru dan menyerahkan sebagian kedaulatan (kewenangan) yang merdeka miliki kepada negara baru tersebut (Negara Federal).
Masalahnya sekarang 32 Provinsi yang ada di lingkungan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukanlah merupakan negara merdeka yang berdaulat yang bisa membentuk Negara Federal. Dengan diamandemennya pasal 1 UUUD 1945, yaitu mengubah bentuk negara dari Negara Kesatuan menjadi Negara Federal, tidak dengan sendirinya Provinsi-Provinsi yang ada berubah statusnya menjadi negara merdeka yang berdaulat.
Untuk mengatasi hal tersebut jalan yang bisa ditempuh adalah dengan cara memberikan kemerdekaan kepada Provinsi-Provinsi yang menginginkan Negara Federal, berdasarkan hasil referendum yang diadakan di masing-masing Provinsi yang bersangkutan. Setelah Provinsi-Provinsi tersebut dinyatakan sebagai suatu negara merdeka yang berdaulat dengan suatu Ketetapan MPR, mereka membuat kesepakatan untuk bergabung dalam suatu Negara Federal dan menyerahkan sebagian kewenangan (kedaulatan) yang mereka miliki kepada Negara Federal yang baru dibentuk itu. Akan tetapi halini bukanlah merupakan suatu yang mudah dan beresiko tinggi, yang bisa membuat bangsa Indonesia menjadi cerai berai.
Pembagian kekuasaan dalam Negara Federal dapat dilakukan dengan dua cara, tergantung dimana “reserve of powers” atau “dana kekuasaan” :
a.  Undang-undang Dasar memperinci satu persatu kekuasaan Pemerintah Federal (misalnya kekuasaan untuk mengurus soal politik luar negeri, mencetak uang dan sebagainya), sedangkan sisa kekuasaan yang tidak terperinci diserahkan kepada negara-negara bagian. Sisa kekuasaan ini dinamakan reserve of powers atau dana kekuasaan. Negara federal semacam ini dianggap lebih sempurna sifat federalnya daripada Negara Federal dimana dana kekuasaannya terletak pada pemerintah federal, sebab maksud dari memperinci kekuasaan itu justru untuk membatasi kekuasaan. Jadi dalam hal ini perincian dari kekuasaan pemerintah federal dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan pemerintah federal dan memperkuat kekuasaan negara-negara bagian. Contoh : Amerika Serikat, Australia, Uni Soviet, R.I.S.
b.  Undang-undang Dasar memperinci satu persatu kekuasaan pemerintah negara-negara bagian, sedangkan dana kekuasaan diserahkan pada pemerintah federal. Negara federal semacam ini dianggap kurang sempurna sifat federalnya daripada penjelasan a) tersebut diatas, oleh karena dianggap bahwa maksud dari perincian kekuasaan negara-negara bagian ialah untuk membatasi kekuasaan negara-negara bagian dan memperkuat kekuasaan federal. Contoh : Kanada, India.
Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman di daerah-daerah, keberagaman ini berimplikasi terhadap pengaturan hukum yang bertendesi kacau, sehingga konsep Negara Federal merupakan pilihan yang urgen ditengah kebingungan bangsa, dalam negara federasi dimungkinkan penerapan hukum yang dibentuk oleh negara bagian tanpa campur tangan negara federal sebagai pemegang tongkat tertinggi, sama halnya seperti negara kesatuan, dalam negara federal memiliki UUD federasi sebagai hukum tertinggi, dan juga negara bagian memiliki UUD negara bagian, tetapi yang membedakan jika dalam otonomi daerah dibatasi oleh beberapa hal yang tidak dikenal didalam Negara Federal, dimana negara bagian menyerahkan sebagian kedaulatan untuk membentuk negara baru, batasannya adalah politik luar negeri dan pertahanan keamanan, pembentukan hukum merupakan keleluasan negara bagian, sehingga memungkinkan dalam optimalisasi pluralisme hukum.
Dalam konsep Negara Federal, negara yang bergabung untuk membentuk suatu negara baru dalam naungan Negara Federal merupakan negara yang merdeka dan memiliki kedaulatan, untuk itu di Indonesia seluruh propinsi harus di berikan kemerdekaan dahulu sebelum amandemen UUD RI 1945 sebagai konstitusi Negara Indonesia, selanjutnya adalah membagi negara bagian dalam beberapa bagian, bisa menurut jumlah provinsi maupun dibagi lagi dalam beberapa bagian, untuk itu para steakholder harus beritikad baik dalam merumuskan konsep Negara Federal.


DAFTAR PUSTAKA :
Soehino, 2000, Ilmu Negara, Ed.3, Cet.3, Liberty, Yogyakarta.
Ramlan Surbakti, 2010, Memahami Ilmu Politik , Grassindo, Jakarta.                                      
Rikardo Simarmata, 2005, Mencari Karakter Aksional Dalam Pluralisme Hukum,  dalam Pluralisme Hukum : Sebuah Pendekatan Interdisiplin, Huma, Jakarta.
Rozali Abdullah, 2002, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai SuatuAlternatif,  Ed.1 Cet.3, RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar