Sebagai sebuah negara
hukum kesejahteraan yang dianut di Indonesia, maka tugas utama pemerintah untuk
mewujudkan tujuan negara salah satunya melalui pelayananan publik. Namun, korupsi di negeri ini yang sudah tidak
terbendung lagi, modus operandinya yang semakin beragam, pejabat birokrasi
pemerintahan menjadi sorotan tajam pada saat ini, karena mereka sebagai pejabat
publik yang menjalankan roda administrasi pemerintahan sangat rawan terhadap
praktik-praktik korupsi. Perlu dipahami adalah pejabat birokrasi memiliki
kewenangan yang dijamin oleh undang-undang dalam menjalankan admnistrasi
pemerintahan, seringkali keputusan para pejabat birokrasi melampaui kewenangan
yang diberikan undang-undang dan etika birokrasi, yang biasa disebut
maladministrasi. Salah satunya adalah keputusan terhadap pemberian izin yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah mempunyai otoritas dalam pengelolaan
lingkungan hidup dengan menerapkan izin lingkungan.
Perbuatan
maladministrasi menurut Pasal 1 angka 3 UU Ombudsman (UU No. 37/2008) adalah
perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang
untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk
kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan
public yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintah yang menimbulkan
kerugian materiil dan atau immaterial bagi masyarakat dan orang perseorangan
Komisi Ombudsman Nasional memberikan indicator bentuk-bentuk mal-administrasi,
antara lain melakukan tindakan yang janggal (inappropriate),
menyimpang (deviate), sewenang-wenang
(arbitrary), melanggar ketentuan (irregular), penyalahgunaan wewenang (abuse of power), atau keterlambatan
yang tidak perlu (undue delay), dan
pelanggaran kepatutan (equity).
Pelaksanaannya,
maladministrasi seringkali dibenturkan dengan tindak pidana korupsi, bahkan
para penegak hukum sendiri masih kesulitan membedakan dan membuktikan perbuatan
maladministrasi dan korupsi, karena perbedaan keduaanya sangat tipis, bahkan
ada pula maladministrasi yang masuk kategori korupsi.
Menurut perspektif hukum,
definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU
No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi
dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut
menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi
pidana karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut
pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap-menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
Selain bentuk/jenis
tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada tindak pidana
lain yang yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang pada UU
No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Jenis tindak pidana yang berkaitan
dengan tindak pidana korupsi itu adalah:
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara
korupsi
2. Tidak memberi keterangan atau memberi
keterangan yang tidak benar
3. Bank yang tidak memberikan keterangan
rekening tersangka
4. Saksi atau ahli yang tidak memberi
keterangan atau memberi keterangan palsu
5. Orang yang memegang rahasia jabatan
tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu
6. Saksi yang membuka identitas pelapor
Pasal
3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Setiap orang yang dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda
paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Rumusan korupsi pada
Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali termuat dalam Pasal 1 ayat (1) huruf
b UU No. 3 Tahun 1971. Perbedaan rumusan terletak pada masuknya kata ”dapat”
sebelum unsur ”merugikan keuangan/perekonomian negara” pada UU No. 31 Tahun
1999. Sampai dengan saat ini, pasal ini termasuk paling banyak digunakan untuk
memidana koruptor. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi
menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur :
1. Setiap orang;
2. Dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
3. Menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana;
4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara.
Dalam
membuat keputusan pemerintah harus memperhatikan syarat materiil dan syarat
formil agar keputusan tersebut sah. Dan setiap keputusan yang
diambil harus mampu dipertanggungjawabkan. Tanggung jawab jabatan
berkenaan dengan legalitas (keabsahan) tindakan pemerintah. Dalam hukum
adminitrasi, persoalan legalitas tindakan pemerintah berkaitan dengan
pendekatan terhadap kekuasaan pemerintah. Tanggung jawab pribadi berhubungan
dengan fungsional atau pendekatan perilaku dalam hukum administrasi.
Tanggungjawab pribadi berkaitan dengan maladminitrasi dalam penggunaan wewenang
maupun public service.
Istilah maladministrasi menurut
laporan tahunan 1997 Ombudsman Eropa ”maladministration occurs when a public
body fail to act in accordance with the rule or principle which is binding upon
it” . Anton Sujata memperjemahkan maladminitrasi dengan penyimpang
pejabat publik. Sementara Hadjon menelaah arti kata maladministrasi, kata dasar mal/ male dalam
bahasa latin artinya jahat (jelek). Kata adminitrasi artinya melayani dan
dipadukan menjadi pelayanan jelek. Dengan pengertian dasar tersebut,
maladministrasi selalu dikaitkan dengan perilaku dalam pelayanan yang
dilakukan pejabat publik. Mal administrasi juga dapat diartikan adalah penyimpangan perilaku yang
dilakkan oleh para adminitrator negara dalam praktek administrasi negara.
Penyimpangan ini diukur dari standar nilai yang diakui sebagai etika
administrasi negara. Nilai adalah aturan yang menuntun perilaku orang-orang sehingga
dari sana orang tersebut dapat dikatakan apakah berperilaku baik atau buruk.
Karena
sebagaian besar administrator negara adalah birokrat, maladministrasi bisa juga
dikatakan sebagai mal praktek dalam birokrasi. Birokrasi disini dikonsepkan
sebagai sekumpulan pegawai atau pejabat pemerintah. Maladministrasi
secara lebih umum diartikan sebagai perilaku yang menyimpang atau melanggar
etika adminstrasi dimana tidak tercapainya tujuan administrasi. Contohnya :
Penundaan dan pelayanan berlarut, berlaku tidak adil, permintaan imbalan,
penyalahgunaan wewenang. Pelaku Maladministrasi Publik adalah Pejabat
Pemerintah pusat maupun daerah, Aparat Penegak Hukum, Petugas BUMN/BUMD dan
Aparat Penyelenggaraan Negara lainnya.
Dari uraian dan penjelasan singkat
diatas, saya berpendapat bahwa maladminstrasi bisa dikategorikan sebagai korupsi
apabila memenuhi unsur-unsur pada pasal yang telah dijelaskan diatas, tetapi
perbuatan maladminstrasi belum tentu perbuatan korupsi, perumusan tindak pidana
korupsi haruslah memenuhi unsusr pasal Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun
2001, sanksi maladministrasi dapat berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana
apabila itu merupakan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian
materil negara yang dikategorikan korupsi, sedangkan tindak pidana korupsi
berupa sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar