Rabu, 21 November 2012

KRIMINOLOGI : TEORI KONTROL SOSIAL


Travis Hirchi sebagai pelopor teori ini, mengatakan bahwa “Perilaku kriminal merupakan kegagalan kelompok – kelompok sosial seperti keluarga, sekolah, kawan sebaya untuk mengikatkan atau terikat dengan individu”, Artinya “individu dilihat tidak sebagai orang yang secara intrinsik patuh pada hukum ; namun menganut segi pandangan antitesis dimana orang harus belajar untuk tidak melakukan tindak pidana”. argumentasi ini , didasarkan pada bahwa kita semua dilahirkan dengan kecenderungan alami untuk melanggar aturan hukum. Dalam hal ini kontrol sosial, memandang delinkuen sebagai “konsekuensi logis dari kegagalan seseorang untuk mengembangkan larangan-larangan ke dalam terhadap perilaku melanggar hukum”
Manusia dalam teori kontrol sosial dipandang sebagai mahluk yang memiliki moral murni, oleh karena itu, manusia memiliki kebebasan untuk melakukan sesuatu.
Albert J. Reiss Jr membedakan dua macam kontrol, yaitu personal control dan social control. Personal control adalah kemampuan seseorang untuk menahan diri agar tidak mencapai kebutuhannya dengan cara melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sedangkan social control adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga-lembaga di masyarakat melaksanakan norma –norma atau peraturan-peraturan menjadi efektif. Pada tahun 2957, Jackson Toby memperkenalkan pengertian “comitment” individu sebagai kekuatan yang sangat menentukan dalam membentuk sikap kontrol sosial. Kemudian, Scot Briar dan Irvine Piliavian menyatakan bahwa peningkatan komitmen individu dan adaptasi/penyesuaian diri memegang peranan dalam mengurangi penyimpangan.
Kejahatan atau delinkuen dilakukan oleh keluarga, karena keluarga merupakan tempat terjadinya pembentukan kepribadian, internalisasi, orang belajar baik dan buruk dari keluarga. Apabila internal dan eksternal kontrol lemah, alternatif untuk mencapai tujuan terbatas, maka terjadilah delinkuen, hal ini merupakan sesuatu yang jarang terjadi. Menurut F. Ivan Nye manusia diberi kendali supaya tidak melakukan pelanggaran, karena itu proses sosialisasi yang adequat (memadai) akan mengurangi terjadinya delinkuensi. Sebab, di sinilah dilakukan proses pendidikan terhadap seseorang yang diajari untuk melakukan pengekangan keinginan (impulse). Di samping itu, faktor internal dan eksternal kontrol harus kuat, juga dengan ketaatan terhadap hukum (law-abiding).
Asumsi teori kontrol dikemukakan F.Ivan Nye terdiri dari :
1.  Harus ada kontrol internal maupun eksternal ;
2.  Manusia diberikan kaidah-kaidah supaya tidak melakukan pelanggaran;
3.  Pentingnya proses sosialisasi bahwa ada sosialisasi adequat (memadai), akan mengurangi terjadinya delinkuen, karena di situlah
4.  Dilakukan proses pendidikan terhadap seseorang; dan
5.  Diharapkan remaja menaati hukum (law abiding).
Menurut F. Ivan Nye terdapat empat tipe kontrol sosial, yaitu :
1.  Direct control imposedfrom without by means of restriction and punisment (kontrol langsung yang diberikan tanpa mempergunakan alat pembatas dan hukum);
2.  Internalized control exercised from within through conscience (kontrol internalisasi yang dilakukan dari dalam diri secara sadar);
3.  Indirect control related to affectional identification with parent and other non-criminal persons (kontrol tidak langsung yang berhubungan dengan pengenalan [identifikasi] yang berpengaruh dengan orangtua dan orang-orang yang bukan pelaku kriminal lainnya);
4.  Availability of alternative to goal and values (ketersediaan sarana-sarana dan nilai-nilai alternatif untuk mencapai tujuan).
Dalam teori kontrol sosial, ada elemen yang harus diperhatikan :
1.  Attachment (kasih sayang)
Attachment adalah kemampuan manusia untuk melibatkan dirinya terhadap orang lain, jika attachment sudah terbentuk, maka orang tersebut akan peka terhadap pikiran, perasaan, dan kehendak orang lain. Berbeda dengan psikopat, kalau psikopat lahir dari pribadi yang cacat, yang disebabkan karena keturunan dari biologis atau sosialisasi.
Attachment, dibagi menjadi dua bentuk :
1.  Attachment total : suatu keadaan di mana seseorang individu melepaskan rasa ego yang terdapat dalam dirinya dan diganti dengan rasa kebersamaan. Rasa kebersamaan inilah yang mendorong seseorang untuk menaati peraturan, larena melanggar peraturan berarti menyakiti perasaan orang lain. Tujuan akhir dari attachment ini adalah, akan mencegah hasrat seseorang untuk melakukan deviasi.
2.  Attachment Partial ; suatu hubungan antara seorang individu dengan individu lainnya, di mana hubungan tersebut tidak didasarkan kepada peleburan ego yang lain, akan tetapi karena hadirnya orang lain yang sedang mengawasi perilaku individu. Dengan kata lain, attachment ini, hanya akan menimbulkan kepatuhan pada individu, bila sedang diawasi perilakunya oleh orang lain.
Teori kontrol sosial pada dasarnnya berusaha menjelaskan kenakalan remaja dan bukan kejahatan oleh orang dewasa, namun disini saya menghubungkan antara perilaku menyimpang pada waktu kecil atau remaja membawa dampak pada anak sampai tumbuh menjadi dewasa dan akan melakukan kejahatan, pengaruh bawaan dari masa lalu atau remaja membuat seorang menjadi serakah, berkurangnya pendekatan keluarga atau pembentukan pada masa anak-anak, kurangnya pembentukan kepribadian dari keluarga maupun lingkungan sekolah akan berpengaruh pada waktu seseorang itu menempati posisi tertentu dalam jabatannya nanti. Perilaku pada masa kanak-kanak akan berpengaruh besar dalam karirnya dan akan menjadi kebiasaan.
Kriminologi masa lalu beranjak dari pemahaman yang dangkal mengenai kejahatan, padahal kejahatan tak hanya bisa ditilik dari segi fenomenalnya saja, melainkan merupakan aspek yang tidak terpisah dari konteks politik, ekonomi dan sosial masyarakatnya, termasuk dinamika sejarah kondisi – kondisi yang melandasinya (yakni struktur – struktur sosial yang ditentukan secara historis). Kejahatan sebagai suatu gejala adalah selalu kejahatan dalam masyarakat (crime in society), dan merupakan bagian dari keseluruhan proses – proses sosial produk sejarah dan senantiasa terkait pada proses – proses ekonomi yang begitu mempengaruhi hubungan antar manusia. Pemahaman kejahatan pada masa lampau seringkali kehilangan makna oleh karena meninggalkan konsep total masyarakat (the total concept of society).

Sumber : Yesmil Anwar & Adang, 2010, Kriminologi, Refika Aditama, Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar